Judul : Fiqih al Shiroh
Penulis : Sa’id Romadhon al Buthi
Penerbit : Dar al Fikr al Mu’ashir
Tebal : 200 Halaman

Term fiqih umumnya dikenal sebagai istilah untuk ilmu yang mempelajari halal dan haram. Namun, jika merujuk pada makna etimologinya, fiqih yang secara bahasa bermakna ‘pemahaman’ sebenarnya bisa memiliki cakupan yang lebih luas dan melintas ke cabang ilmu yang lain. Khususnya di era sekarang, fiqih menemukan kajian dengan nama baru seperti fiqih siroh dan fiqih tahawwulat. Dalam konteks pembahasan kali ini, fiqh siroh merupakan kajian yang tidak hanya menarasikan serangkaian peristiwa sejarah belaka, namun bagaimana memahami dan mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa historis tersebut.
Penggunaan terminologi fiqih siroh, meskipun merupakan hal yang baru dalam kajian intelektual ummat Islam, namun sebenarnya telah menemukan embrionya dalam kajian buku-buku klasik. Hal ini dapat kita lihat di buku-buku syuruh al ahadits, fiqih, aqidah dan ilmu-ilmu syar’I lainnya. Namun, buku-buku klasik tersebut umumnya membahas fan-fan tertentu secara spesifik dan panjang lebar, serta tidak secara langsung dan terikat mengelaborasi peristiwa-peristiwa sejarah Rasul sallallahu ‘alaihi wasallam.
Setidaknya ada 3 buku dengan lingkup dan model kajian yang sama dengan tajuk yang serupa menggunakan nama fiqih siroh. Ketiga buku tersebut adalah: fiqih siroh karangan Syekh Muhammad al Ghozali, Fiqih Siroh karangan Zaid bin Abdul Karim al Zaid, serta Fiqih Siroh karangan Syekh Romadhon al Buthi. Namun fiqih siroh karangan al Buthi merupakan yang paling populer di antara ketiga buku ini, bahkan merupakan magnum opus beliau yang paling populer di samping al Lamadzhabiyyah dan al Salafiyyah marhalah zamaniyyah al mubarokah. Di samping itu, ada 2 buku lain dengan kajian serupa, yaitu al Manhaj al Haraki li al Sirati al Nabawiyah karangan Dr. Munir bin Muhammad al Ghadban, serta al Siroh al Nabawiyah, Durus wa al ‘Ibra karangan Dr. Musthafa As Siba’I. Khusus untuk buku yang pertama kami sebutkan, sebaiknya pembaca berhati-hati dalam membaca buku tersebut mengingat sang penulis, Dr. Munir al Ghadban berlatar belakang Wahhabi.

Fiqih siroh karangan Syekh Romadhon al Buthi ini menyajikan sejarah dengan narasi yang ditulis secara kronologis dalam alur maju atau progresif, namun tidak secara rinci menceritakan keseluruhan sejarah Rasul. Buku ini hanya secara ringkas menceritakan peristiwa tertentu, kemudian secara panjang lebar menjelaskan bagaimana interpretasi yang tepat terhadap sejarah tersebut, berikut hikmah-hikmah serta hukum syariat yang dapat diambil secara umum tanpa terikat secara fanatik terhadap madzhab tertentu. Acapkali di sela-sela kajian beliau, beliau melakukan kritik dan dekonstruksi terhadap interpretasi-interpretasi sejarah yang menyimpang, khususnya dari kalangan liberal dan orientalis. Sesekali beliau juga menyinggung masalah-masalah partikular yang sering mendapat “serangan” dari kalangan salafi, seperti permasalahan tawassul. Nampaknya hal inilah yang memotivasi Nashiruddin al Albani untuk menulis buku bantahan yang berjudul Difa’ ‘an al Hadits al Nabawi wa al Shiroh yang (seperti biasa) isinya hanya berputar-putar pada masalah sanad.

Buku ini dibagi ke dalam enam bagian, serta penutup berupa bunga rampai tentang baginda Rasul sallallahu ‘alaihi wasallam dan keutamaan ziarah kubur masjid dan kubur beliau. Pada cetakan ke dua buku ini, terdapat suplemen bab tentang sejarah khulafa al rosyidun dengan metode kajian yang serupa dengan fiqih siroh. Seperti buku beliau lainnya, buku ini juga memiliki nuansa filosofis dengan logika yang terstruktur dan tepat. Tulisan beliau tidak tersasar dan keluar dari akar permasalahan dan kaya akan sumber-sumber rujukan termasuk argument-argumen yang diakui oleh lawan pemikirannya. Bagian pertama buku ini menunjukkan kecakapan beliau dalam hal-hal yang disebutkan. Bagian pertama merupakan bagian yang sangat penting karena berisi kerangka berpikir beliau dalam menulis buku ini. Di bagian ini pula Nampak bahwa motivasi utama yang melatarbelakangi penulisan buku ini adalah dekontruksi atas pemikiran kalangan sejarawan muslim bermadzhab individualis seperti Husen Haikal yang menulis buku hayat Muhammad.

Sebagai jebolan sastra Arab terbaik di universitas al Azhar, buku-buku al Buthi umumnya ditulis dengan Bahasa modern yang kental dengan nuansa sastra, sehingga cukup sulit difahami oleh pembaca-pembaca dari Indonesia yang umumnya hanya terbiasa dengan buku-buku klasik. Sebut saja Kubro al Yaqiniyat dan Syarah al Hikam beliau yang memaksa pembaca tingkat menengah harus berkali-kali menengok kamus. Terlebih buku beliau yang bertema filsafat seperti Naqdu awham al Jadaliyyah. Namun jika dikomparasikan dengan karya-karya penulis yang lain, buku ini memiliki tingkat kesulitan sedang. Meski begitu, pembaca tingkat menengah akan membutuhkan kamus untuk memahami hampir setiap halaman dari buku ini. Menurut kami, akan sangat berguna jika penerbit juga menampilkan footnote untuk beberapa diksi yang kurang populer digunakan dalam buku-buku klasik.

Kabar baiknya, buku ini juga tersedia dalam versi Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Penerbit Hikmah ( Mizan Republika). Dengan tebal 589 halaman, versi terjemah tersebut diterjemahkan dengan Bahasa yang bagus dan enak dibaca, serta mudah difahami oleh pembaca awam sekalipun. Namun untuk pembaca tingkat lanjut yang memahami Bahasa Arab, tidak disarankan untuk membaca versi terjemah terlebih dahulu, mengingat ada beberapa bagian buku ini yang diterjemahkan secara kontekstual serta kurang mendapat terjemah yang representatif. Versi e-book untuk kedua versi (asli dan terjemah) juga mudah ditemukan di internet untuk pembaca yang belum mampu mendapatkan versi cetaknya. Alhasil, buku yang mudah didapatkan ini sangat penting untuk dibaca setiap muslim, baik kalangan awam maupun cendekiawan agar mendapatkan sejarah serta pemahaman yang tepat tentang sosok paling berpengaruh sepanjang sejarah, Rasulullah Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam.